Nama saya Ardyan, dilahirkan di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat bertempat diklinik Bidan Restu Ibu didaerah Tarandam Jl. Proklamasi, saat ini diatas Klinik restu Ibu telah berdiri Rumah Sakit Bunda Medical Centre pada hari Kamis pukul 20.00 malam Tanggal 8 Agustus 1974 Sehari setelah Kota Padang merayakan hari Ulang Tahun Kota Padang ke 305 dari Pasangan H. Yunizar Muchtar (Purnawirawan TNI AD dengan pangkat terakhir Kapten Infantri yang ketika saya dilahirkan tengah bertugas di Detasemen Zeni Bangunan Kodam III 17 Agustus, Padang) dan Hj. Syafni Akip (Ibu Rumah Tangga yang ketika melahirkan saya masih mengajar di TK Kutilang Asrama TNI AD Sawahan). Pernah suatu ketika ketika sudah menanjak dewasa saya bertanya pada orangtua saya apa yang dimaksudkan dengan Ardyan itu, lalu orangtua saya menjawab yang dimaksudkan beliau dengan Ardyan itu adalah Putra Bumi, lalu saya pernah juga bertanya pada orangtua saya mengapa anak laki-laki beliau diberi nama yang singkat-singkat saja (saya Ardyan, dan adik saya Eduard) beliau menjawab untuk apa nama panjang-panjang kalau kemudian tidak menjadi orang, lebih baik nama singkat lalu kemudian kamu akan menghiasi nama itu dengan gelar-gelar akademis dan keberhasilan-keberhasilan dalam hidup dan pekerjaannmu.
Sebagai anak Tentara kami dididik dengan pola kediplinan, dari kecil kami sudah dididik disiplin sejak mulai dari kami bangun dipagi sampai tidur dimalam harinya, semua sudah terbiasa terjadual dengan baik. Banyak manfaat yang kemudian kami rasakan, terutama hal-hal berkenaan dengan keteraturan/disiplin, mental (survival), kepemimpinan leadership, motivasi, kejujuran dan integritas. Hidup berpindah-pindah dari satu daerah kedaerah lain mengikuti penugasan Orang tua sudah merupakan hal yang biasa bagi kami yang sering juga disebut “anak kolong”. Setelah dari Padang, kemudian kami pindah ke Kota Pariaman kemudian kami tinggal dirumah nenek di Bukittinggi karena Orang tua saya sekolah perwira di Bogor. Tahun 1979 pasca sekolah Orang tua saya dipindahkan ke Yonif 132/Bima Sakti di Salo Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar, kami turut pindah dan tinggal di Asrama Salo. Disinilah saya kemudian memulai merasakan pendidikan disiplin dan pembangunan karakter. Bangun pagi kalau tidak mau kena kopel (sebutan untuk ikat pinggang tentara yang besar dan berbesi) maka harus bangun sebelum dibangunkan. Begitu pula dengan pendidikan formil mulai dari Sekolah Dasar di SD Negeri 19 Salo tahun 1980 sekolah ini yang berjarak ± 1 km dari asrama, karena telah dididik mandiri setiap hari pergi dan pulang sekolah berjalan kaki (karena waktu itu di Salo masih jarang angkutan umum) dan saya tidak pernah diantar jemput oleh orang tua dan tamat tahun 1986. Di Sekolah Dasar mulai dari kelas 3 saya sudah aktif dalam kegiatan Pramuka. Pada tahun 1986 kemudian saya melanjutkan sekolah di SMP Negeri Salo yang berjarak 500 meter dari SD Negeri 019, atau 1,5 km dari rumah. Dan ketika itupun saya masih berjalan kaki ke sekolah. Kegiatan Kepramukaan yang sudah dimulai dari Sekolah Dasar kemudian saya lanjutkan di SMP ini, hinga akhirnya saya beserta teman-teman di Gudep SMP Salo bisa mengikuti Lomba Tingkat (LT) 2 ditingkat Kabupaten dan mendapat juara III selain di Pramuka, saya juga mulai aktif di Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri ABRI (FKPPI) PC 0313 Kodim Bangkinang. Saya menamatkan sekolah SMP tahun 1989, bersamaan dengan keluarnya surat penugasan baru pada Orang tua saya yang diangkat sebagai Danramil di Kecamatan Ranai Kepulauan Natuna Kabupaten Kepulauan Riau Provinsi Riau yang ketika itu Kecamatan Ranai berada di Kabupaten Kepulauan Riau yang masih didalam wilayah Provinsi Riau. Saat ini Natuna sudah menjadi Kabupaten sendiri didalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau.. Selanjutnya Orang tua saya memutuskan bahwa saya sebaiknya bersekolah di Bukittinggi agar mendapatkan pendidikan yang bagus sembari melatih hidup mandiri, kemudian saya diterima sekolah di SMA Negeri 3 Bukittinggi. Hidup jauh dari Orang tua menempa diri saya untuk berbuat yang terbaik agar dapat membahagiakan Orang tua, sembari membuktikan bahwa saya mampu menjaga kedisiplinan walau tidak ada yang mengawasinya setiap hari. Saya tinggal dirumah kost walaupun saudara Orang tua bahkan Nenek saya di Bukittinggi, tujuan saya agar saya bisa mandiri. Saya mulai sekolah di SMA 3 Bukittinggi pada bulan Juli Tahun 1989. Di SMA saya kembali aktif di Pramuka hingga tingkatan tertinggi ditingkat SMA saya peroleh yakni Pandega. Untuk memperoleh tingkatan Pandega ini saya beserta 4 orang teman berjalan kaki 2 hari dari Kota Bukittinggi ke Kota Solok melewati Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok yang jaraknya ± 71 Km. Ketika di Bukitinggi saya juga aktif di FKPPI PC Kodim 0304 Agam. Tahun 1992 saya menamatkan sekolah di SMA 3 Bukittinggi.
Ketika kelas III SMA saya dibelikan kendaraan sepeda motor second oleh Orang tua seharga 1 juta rupiah. Ketika tamat SMA, saya berjanji dengan Orang tua kalau saya lolos di Universitas Negeri maka sepeda motornya akan diganti dengan yang baru tapi kalau tidak lulus di Universitas Negeri, maka sepeda motornya dijual dan uangnya dibayarkan untuk uang masuk perguruan tinggi swasta. Pada akhirnya saya harus merelakan berjalan kaki pergi dan pulang kuliah karena sepeda motor tersebut saya jual dan uangnya saya bayarkan sebagai uang masuk perguruan tinggi swasta karena saya tidak lulus Sipenmaru (kini UMPTN). Saya diterima kuliah di Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta, Padang yang tercatat sebagai mahasiswa baru tahun 1992. Dibangku kuliah di Padang, saya aktif di FKPPI PC 0312 Kodim Padang, Senat Mahasiswa Fakultas Hukum, anggota Ikatan Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Indonesia (ISMAHI) dan GP Anshor Wilayah Sumatera Barat.
Pasca pensiun dari Tentara, Orang Tua saya pulang ke Bukittinggi Tahun 1995, dan mengambil gadai tanah untuk ditanami padi dan tanaman palawija lainnya. Maksud Orang tua saya agar keringatnya bisa selalu keluar setiap hari dengan menyibukkan diri menjadi petani. Saya kemudian setiap sabtu dan minggu pulang kampung ke Bukittinggi untuk membantu Orang tua saya bertani dan saya pun belajar dari hidup sebagai seorang petani. Sunguh nikmat menjadi petani karena selalu mendapatkan panas matahari pagi, menghirup udara yang bersih serta keringat selalu keluar apalagi ketika makan siang dipematang sawah, sebuah pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan, walau kulit sudah berubah menjadi hitam namun pada akhirnya biaya kuliah saya dan adik-adik dibayar dari panen cabe, tomat, jagung, buncis, bayam, kacang tanah dan Padi. Uang tabungan saya dari menjual hasil panen, kemudian saya bayarkan untuk biaya wisuda.
Pasca tamat kuliah, tahun 1997 kemudian saya berusaha mencari pekerjaan, tanpa pandang apapun pekerjannya yang penting halal, sampai kemudian ada saudara yang membawa saya bekerja di toko kaca. Sembari bekerja disana, saya kemudian mencoba mencari kakak kelas yang dulu aktif di senat mahasiswa yang sudah bekerja, akhirnya saya bertemu dengan Miko Kamal, SH mantan ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum yang ketika itu menjabat Direktur LBH Padang dan akhirnya saya diterima sebagai tenaga magang di LBH Padang pada tahun 1998.
Sejak tahun 1998 saya sudah aktif di Lembaga Batuan Hukum (LBH) Padang, sebuah kantor cabang dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang didirikan oleh Dr. Iur Adnan Buyung Nasution, SH beserta rekan-rekan. Pada saat saya mulai bekerja sebagai tenaga magang di LBH Padang, pada saat itu situasi politik negeri ini sedang bergejolak menuntut reformasi dan selaku organisasi yang melakukan pendampingan terhadap masyarakat yang tidak mampu Lebih lanjut dikenal dengan Bantuan Hukum Struktural, Munculnya konsep bantuan hukum struktural tersebut dilatarbelakangi oleh adanya realitas sosial bahwa pemahaman terhadap kondisi dan situasi yang ada dan berkembang sekarang ini, baik yang terdapat dalam masyarakat maupun dunia hukum, telah mengakibatkan konsep bantuan hukum tradisional tidak mampu digunakan sebagai dasar bekerja. Secara konseptual, bantuan hukum struktural merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi terwujudnya hukum yang mampu mengubah struktur yang timpang menuju ke arah struktur yang lebih adil dan yang menjamin persamaan kedudukan baik di bidang ekonomi maupun di bidang politik Asfinawati. “Bantuan Hukum Cuma-Cuma Versus Komersialisasi” dalam Bantuan Hukum : Akses Masyarakat Marjinal Terhadap Keadilan : Tinjauan Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan dan Perbandingan Di Berbagai Negara . LBH Jakarta. Jakarta. 2007 saya beserta anggota LBH Padang lainnya turut mendampingi mahasiswa, petani, buruh, nelayan dan masyarakat miskin kota yang terlibat aksi-aksi demonstrasi agar tidak terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh Aparat Negara yang mulai represif menghadapi massa aksi.
Pasca reformasi, lahirlah oraganisasi-organisasi swadaya masyarakat yang memfokuskan kegiatannya pada pengawasan pemerintah termasuk di Sumatera Barat, salah satunya Badan Antikorupsi Sumatera Barat (BAKo SumBar) yang digagas pendiriannya oleh 8 (delapan) organisasi masyarakat sipil dan 26 (dua puluh enam) individu yang hadir dalam menggagas pembentukan lembaga pengawasan korupsi di Sumatera Barat. Pada rapat tersebut, kemudian saya terpilih sebagai Koordinator Badan Pekerja beserta 4 orang anggota Badan Pekerja. Gebrakan awal kami adalah mengungkap kasus korupsi di PUSKUD Sumbar dan kasus BPPC. Kemudian bersama jaringan LSM lainnya BAKo SumBar mendirikan Forum Peduli Sumatera Barat (FPSB) yang mengangkat kasus korupsi anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat tahun 1999 – 2004.
Pada Tahun 2003 melalui seleksi Calon Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat, saya terpilih dan diangkat menjadi Komisioner KPU Provinsi Sumatera Barat periode 2003 – 2008 dilantik pada tanggal 26 Mai 2003 oleh Ketua KPU RI Prof. Dr. Nazaruddin Syamsudin. Kami telah melaksanakan Pemilihan Umum tahun 2004 di Sumatera Barat dan Pemilihan Kepala daerah yang pertama kali dilaksanakan secara langsung umum bebas dan rahasia serta jujur dan adil pada bulan Juni Tahun 2005. Suatu kondisi yang cukup berat dimana kami di Sumatera Barat melaksanakan Pilkada serentak 10 Kabupaten/Kota dan 1 Provinsi sementara berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 penyelenggara Pemilu secara eksplisit tidak dinyatakan berbentuk hirarkhis sehingga banyak aturan-aturan penyelengaraan Pilkada dan pelaksanaan Pilkada serentak kami buat sendiri. Dan kami bersyukur Pilkada di Sumatera Barat tahun 2005 dinyatakan sebagai Pilkada yang sukses, efisien dan aman.
Pada tahun 2006, saya diminta untuk membantu Komite Independen Pemilihan (KIP) Nangroe Aceh Darussalam sebagai tenaga expert Legal Drafting yang dibiayai oleh UNDP. Dari beberapa calon yang diajukan untuk menjadi tenaga legal drafting, karena pengalaman penyelenggaraan Pilkada di Sumatera Barat tahun 2005 yang dinilai sukses akhirnya saya terpilih untuk bertugas di KIP NAD.
Pada tahun 2008, saya mengikuti kembali Seleksi KPU Provinsi Sumatera Barat dan kembali dipercaya menjadi Komisioner KPU Provinsi Sumatera Barat periode 2008 - 2013.
Kesibukan saya sebagai Komisioner KPU Provinsi Sumatera Barat sungguh memakan waktu, hampir-hampir tidak ada waktu luang ketika tahapan Pemilihan Umum berjalan, karena selain membuat kebijakan penyelenggaraan pemilihan umum, saya bersama-sama komisioner lainnya juga berkewajiban memonitoring pelaksanaan tahapan agar penyelenggaraan Pemilu secara keseluruhan bisa berjalan baik.
Dalam kesibukan saya ketika tahapan penyelenggaraan Pemilu berlangsung, saya membagi waktu untuk organisasi yang saya ikuti dan untuk keluarga. Biasanya ketika waktu-waktu sibuk itu, saya mengusahakan hadir pada rapat-rapat di organisasi dan selesai rapat, saya kembali ke Kantor. Kalaupun harus kembali ke kantor, saya mengusahakan sholat magrib dan makan malam di rumah agar keluarga tidak pula kehilangan.
Diluar waktu-waktu sibuk, pasca penyelenggaraan Pemilu luar pekerjaan resmi sehari-hari saya membagi waktu untuk kegiatan berorganisasi dan kegiatan keluarga adapun kegitan di Organisasi-organisasi yang saya ikuti.
1. Badan Antikorupsi Sumatera Barat (BAKo SumBar)
Sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat dimasa saya dipercaya Kordinator Badan Pekerja. Saya sudah membagi pekerjaan kepada Koordinator-Koordinator Program dan divisi-divisi yang ada di BAKo SumBar. Beberapa Program kerja ditangani langsung oleh korrdinator Program. Fungsi koordinator badan pekerja adalah sebagai penanggungjawab dari seluruh kegiatan. Kegiatan rapat-rapat rutin dilaksanakan setiap hari Jum’at sore.
2. GP Anshor
Selaku wakil sekretaris GP Anshor wilayah Sumatera Barat, saya meluangkan waktu untuk menghadiri rapat-rapat pengurus wilayah dan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh pengurus wilayah, termasuk menghadiri undangan dari pengurus-pengurus cabang Anshor di Kabupaten/Kota. Biasanya kegiatan rapat-rapat pengurus wilayah dilaksanakan sehabis jam kerja, jam 16.00 s/d selesai.
3. FKPPI
Kegiatan pertemuan mingguan di Sekretariat FKPPI PD III Sumatera Barat biasanya dilaksanakan pada hari kamis mulai jam 16.00 wib s/d selesai.
4. Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN)
Kegiatan Ikadin tidak ada jadual pertemuan rutin mingguan, hanya saja pertemuan pengurus Ikadin dilaksanakan apabila ada hal-hal yang perlu dan penting dibicarakan dengan pengurus cabang Ikadin cabang Padang. Saya dalam organisasi ini menjabat sebagai Wakil Sekretaris.
5. Pengurus Masjid Raya Nailus Sa’addah
Dalam kepengurusan ini saya ditempatkan pada bagian pendanaan. Masjid raya nailus Sa’addah rusak akibat gempa besar di Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009 lalu. Saat ini kegiatan pembangunan kembali masjid sudah berjalan mendekati finishing. Selain itu di masjid raya dilaksanakan kegiatan pendidikan Alqur’an dan wirid setiap hari Jum’at malam.